Manajemen
Dari
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kata Manajemen
berasal dari bahasa Perancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni
melaksanakan dan mengatur Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan
diterima secara universal. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan
manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini
berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain
untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen
sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan
pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif
dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan
perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara
benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.
Etimologi
Kata
manajemen mungkin berasal dari bahasa Italia (1561) maneggiare
yang berarti "mengendalikan," terutamanya "mengendalikan
kuda" yang berasal dari bahasa latin manus yang berati
"tangan". Kata ini mendapat pengaruh dari bahasa Perancis manège
yang berarti "kepemilikan kuda" (yang berasal dari Bahasa Inggris
yang berarti seni mengendalikan kuda), dimana istilah Inggris ini juga berasal
dari bahasa Italia. Bahasa Prancis lalu
mengadopsi kata ini dari bahasa Inggris menjadi ménagement, yang
memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur.
Sejarah Perkembangan Ilmu Manajemen
Banyak
kesulitan yang terjadi dalam melacak sejarah manajemen. Namun diketahui bahwa
ilmu manajemen telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Hal ini dibuktikan
dengan adanya piramida di Mesir.Piramida
tersebut dibangun oleh lebih dari 100.000 orang selama 20 tahun. Piramida Giza
tak akan berhasil dibangun jika tidak ada seseorang—tanpa memedulikan apa
sebutan untuk manajer ketika itu—yang merencanakan apa yang harus dilakukan,
mengorganisir manusia serta bahan bakunya, memimpin dan mengarahkan para
pekerja, dan menegakkan pengendalian tertentu guna menjamin bahwa segala
sesuatunya dikerjakan sesuai rencana.
Piramida di Mesir.
Pembangunan piramida ini tak mungkin terlaksana tanpa adanya seseorang yang
merencanakan, mengorganisasikan dan menggerakan para pekerja, dan mengontrol
pembangunannya.
Praktik-praktik
manajemen lainnya dapat disaksikan selama tahun 1400-an di kota Venesia, Italia, yang
ketika itu menjadi pusat perekonomian dan perdagangan di sana. Penduduk Venesia
mengembangkan bentuk awal perusahaan bisnis dan melakukan banyak kegiatan yang
lazim terjadi di organisasi modern saat ini. Sebagai contoh, di gudang senjata
Venesia, kapal perang diluncurkan sepanjang kanal dan pada tiap-tiap
perhentian, bahan baku dan tali layar ditambahkan ke kapal tersebut. Hal ini
mirip dengan model lini perakitan (assembly line) yang dikembangkan oleh
Hanry
Ford untuk
merakit mobil-mobilnya. Selain lini perakitan tersebut, orang Venesia memiliki
sistem penyimpanan dan pergudangan untuk memantau isinya, manajemen sumber daya
manusia untuk mengelola angkatan kerja, dan sistem akuntansi untuk melacak
pendapatan dan biaya.
Daniel Wren
membagi evolusi pemikiran manajemen dalam empat fase, yaitu pemikiran awal, era
manajemen sains, era manusia sosial, dan era moderen.
Pemikiran awal manajemen
Sebelum abad
ke-20, terjadi dua peristiwa penting dalam ilmu manajemen. Peristiwa pertama
terjadi pada tahun 1776, ketika Adam Smith menerbitkan
sebuah doktrin ekonomi klasik, The Wealth of Nation. Dalam bukunya itu,
ia mengemukakan keunggulan ekonomis yang akan diperoleh organisasi dari
pembagian kerja (division of labor), yaitu perincian pekerjaan ke dalam
tugas-tugas yang spesifik dan berulang. Dengan menggunakan industri pabrik
peniti sebagai contoh, Smith mengatakan bahwa dengan sepuluh
orang—masing-masing melakukan pekerjaan khusus—perusahaan peniti dapat
menghasilkan kurang lebih 48.000 peniti dalam sehari. Akan tetapi, jika setiap
orang bekerja sendiri menyelesaikan tiap-tiap bagian pekerjaan, sudah sangat
hebat bila mereka mampu menghasilkan sepuluh peniti sehari. Smith menyimpulkan
bahwa pembagian kerja dapat meningkatkan produktivitas dengan (1) meningkatnya
keterampilan dan kecekatan tiap-tiap pekerja, (2) menghemat waktu yang terbuang
dalam pergantian tugas, dan (3) menciptakan mesin dan penemuan lain yang dapat
menghemat tenaga kerja.
Peristiwa
penting kedua yang memengaruhi perkembangan ilmu manajemen adalah Revolusi
Industri di Inggris. Revolusi
Industri menandai dimulainya penggunaan mesin, menggantikan tenaga manusia,
yang berakibat pada pindahnya kegiatan produksi dari rumah-rumah menuju tempat
khusus yang disebut pabrik. Perpindahan ini mengakibatkan manajer-manajer
ketika itu membutuhkan teori yang dapat membantu mereka meramalkan permintaan,
memastikan cukupnya persediaan bahan baku, memberikan tugas kepada bawahan,
mengarahkan kegiatan sehari-hari, dan lain-lain, sehingga ilmu manajamen mulai
dikembangkan oleh para ahli.
Era manajemen ilmiah
Frederick
Winslow Taylor.
Era ini
ditandai dengan berkembangan perkembangan ilmu manajemen dari kalangan
insinyur—seperti Henry Towne, Frederick Winslow Taylor, Frederick A. Halsey, dan Harrington EmersonManajemen
ilmiah, atau dalam bahasa Inggris disebut scientific management, dipopulerkan
oleh Frederick Winslow Taylor dalam bukunya yang berjudul Principles of
Scientific Management pada tahun 1911. Dalam bukunya itu, Taylor
mendeskripsikan manajemen ilmiah adalah "penggunaan metode ilmiah untuk
menentukan cara terbaik dalam menyelesaikan suatu pekerjaan." Beberapa
penulis seperti Stephen Robbins menganggap tahun terbitnya buku ini sebagai
tahun lahirya teori manajemen modern.
Henry Gantt yang pernah
bekerja bersama Taylor di Midvale Steel Company menggagas ide bahwa seharusnya
seorang mampu mandor memberi pendidikan kepada karyawannya untuk bersifat rajin
(industrious ) dan kooperatif. Ia juga mendesain sebuah grafik untuk
membantu manajemen yang disebut sebagai Gantt chart yang digunakan untuk merancang dan
mengontrol pekerjaan.
Manajemen
ilmiah kemudian dikembangkan lebih jauh oleh pasangan suami-istri Frank dan Lillian Gilbreth. Keluarga
Gilbreth berhasil menciptakan micromotion yang dapat mencatat setiap
gerakan yang dilakukan oleh pekerja dan lamanya waktu yang dihabiskan untuk
melakukan setiap gerakan tersebut.
Era ini juga
ditandai dengan hadirnya teori administratif, yaitu teori mengenai apa yang
dilakukan oleh para manajer dan bagaimana cara membentuk praktik manajemen yang
baik.[9] Pada awal
abad ke-20, seorang industriawan Perancis bernama Henry Fayol mengajukan
gagasan lima fungsi utama manajemen: merancang, mengorganisasi, memerintah,
mengoordinasi, dan mengendalikan. Gagasan Fayol itu kemudian mulai digunakan
sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan tahun 1950, dan terus
berlangsung hingga sekarang. Selain itu, Henry Fayol juga mengagas 14
prinsip manajemen yang merupakan dasar-dasar dan nilai yang menjadi
inti dari keberhasilan sebuah manajemen.
Sumbangan
penting lainnya datang dari ahli sosilogi Jerman Max Weber. Weber
menggambarkan suatu tipe ideal organisasi yang disebut sebagai birokrasi—bentuk
organisasi yang dicirikan oleh pembagian kerja, hierarki yang didefinisikan
dengan jelas, peraturan dan ketetapan yang rinci, dan sejumlah hubungan yang
impersonal. Namun, Weber menyadari bahwa bentuk "birokrasi yang
ideal" itu tidak ada dalam realita. Dia menggambarkan tipe organisasi
tersebut dengan maksud menjadikannya sebagai landasan untuk berteori tentang
bagaimana pekerjaan dapat dilakukan dalam kelompok besar. Teorinya tersebut
menjadi contoh desain struktural bagi banyak organisasi besar sekarang ini.[2]
Perkembangan
selanjutnya terjadi pada tahun 1940-an ketika Patrick Blackett melahirkan
ilmu riset
operasi, yang merupakan kombinasi dari teori statistika dengan teori mikroekonomi. Riset
operasi, sering dikenal dengan "Sains Manajemen", mencoba pendekatan
sains untuk menyelesaikan masalah dalam manajemen, khususnya di bidang logistik dan
operasi. Pada tahun 1946, Peter F. Drucker—sering
disebut sebagai Bapak Ilmu Manajemen—menerbitkan salah satu buku paling awal
tentang manajemen terapan: "Konsep Korporasi" (Concept of the
Corporation). Buku ini muncul atas ide Alfred Sloan (chairman
dari General
Motors) yang
menugaskan penelitian tentang organisasi.[11]
Era manusia sosial
Era manusia sosial
ditandai dengan lahirnya mahzab perilaku (behavioral school) dalam
pemikiran manajemen di akhir era manajemen ilmiah. Mahzab perilaku tidak
mendapatkan pengakuan luas sampai tahun 1930-an. Katalis utama dari kelahiran
mahzab perilaku adalah serangkaian studi penelitian yang dikenal sebagai eksperimen Hawthrone.
Eksperimen
Hawthrone dilakukan pada tahun 1920-an hingga 1930-an di Pabrik Hawthrone milik
Western Electric Company
Works di Cicero,
Illenois.[2]. Kajian ini
awalnya bertujuan mempelajari pengaruh berbagai macam tingkat penerangan lampu
terhadap produktivitas kerja. Hasil kajian mengindikasikan bahwa ternyata
insentif seperti jabatan, lama jam kerja, periode istirahat, maupun upah lebih
sedikit pengaruhnya terhadap output pekerja dibandingkan dengan tekanan
kelompok, penerimaan kelompok, serta rasa aman yang menyertainya. Peneliti
menyimpulkan bahwa norma-norma sosial atau standar kelompok merupakan penentu
utama perilaku kerja individu.[9]
Kontribusi
lainnya datang dari Mary
Parker Follet. Follett (1868–1933) yang mendapatkan pendidikan di
bidang filosofi dan ilmu politik menjadi terkenal setelah menerbitkan buku
berjudul Creative Experience pada tahun 1924.[9] Follet
mengajukan suatu filosifi bisnis yang mengutamakan integrasi sebagai cara untuk
mengurangi konflik tanpa kompromi atau dominasi. Follet
juga percaya bahwa tugas seorang pemimpin adalah untuk menentukan tujuan organisasi
dan mengintegrasikannya dengan tujuan individu dan tujuan kelompok. Dengan kata
lain, ia berpikir bahwa organisasi harus didasarkan pada etika kelompok
daripada individualisme. Dengan demikian, manajer dan karyawan seharusnya
memandang diri mereka sebagai mitra, bukan lawan.
Pada tahun
1938, Chester Barnard (1886–1961) menulis buku berjudul The Functions of the
Executive yang menggambarkan sebuah teori organisasi dalam rangka untuk
merangsang orang lain memeriksa sifat sistem koperasi. Melihat perbedaan antara
motif pribadi dan organisasi, Barnard menjelaskan dikotonomi
"efektif-efisien".
Menurut
Barnard, efektivitas berkaitan dengan pencapaian tujuan, dan efisiensi adalah
sejauh mana motif-motif individu dapat terpuaskan. Dia memandang organisasi formal
sebagai sistem terpadu di mana kerjasama, tujuan bersama, dan komunikasi
merupakan elemen universal, sementara pada organisasi informal, komunikasi,
kekompakan, dan pemeliharaan perasaan harga diri lebih diutamakan. Barnard juga
mengembangkan teori "penerimaan otoritas" didasarkan pada gagasan
bahwa bos hanya memiliki kewenangan jika bawahan menerima otoritas itu.
Era moderen
Era moderen
ditandai dengan hadirnya konsep manajemen kualitas total (total
quality management—TQM) di abad ke-20 yang diperkenalkan oleh beberapa guru
manajemen, yang paling terkenal di antaranya W. Edwards Deming (1900–1993) and
Joseph Juran (lahir 1904).
Deming,
orang Amerika, dianggap
sebagai Bapak Kontrol Kualitas di Jepang.] Deming berpendapat bahwa kebanyakan
permasalahan dalam kualitas bukan berasal dari kesalahan pekerja, melainkan
sistemnya. Ia menekankan pentingnya meningatkan kualitas dengan mengajukan
teori lima langkah reaksi berantai. Ia berpendapat bila kualitas dapat
ditingkatkan, (1) biaya akan berkurang karena berkurangnya biaya perbaikan,
sedikitnya kesalahan, minimnya penundaan, dan pemanfaatan yang lebih baik atas
waktu dan material; (2) produktivitas meningkat; (3) market share meningkat
karena peningkatan kualitas dan harga; (4) profitabilitas perusahaan peningkat
sehingga dapat bertahan dalam bisnis; (5) jumlah pekerjaan meningkat. Deming
mengembangkan 14 poin rencana untuk meringkas pengajarannya tentang peningkatan
kualitas.
Kontribusi
kedua datang dari Joseph Juran. Ia menyatakan bahwa 80 persen cacat disebabkan karena
faktor-faktor yang sebenarnya dapat dikontrol oleh manajemen. Ia merujuk pada
"prinsip
pareto." Dari
teorinya, ia mengembangkan trilogi manajemen yang memasukkan perencanaan,
kontrol, dan peningkatan kualitas. Juran mengusulkan manajemen untuk memilih
satu area yang mengalami kontrol kualitas yang buruk. Area tersebut kemudian
dianalisis, kemudian dibuat solusi, dan diimplementasikan.
Teori manajemen
Manajemen ilmiah
Manajemen
ilmiah kemudian dikembangkan lebih jauh oleh pasangan suami-istri Frank dan Lillian
Gilbreth. Keluarga Gilbreth berhasil menciptakan micromotion yang dapat mencatat
setiap gerakan yang dilakukan oleh pekerja dan lamanya waktu yang dihabiskan
untuk melakukan setiap gerakan tersebut. Gerakan yang sia-sia yang luput dari
pengamatan mata telanjang dapat diidentifikasi dengan alat ini, untuk kemudian
dihilangkan. Keluarga Gilbreth juga menyusun skema klasifikasi untuk memberi
nama tujuh belas gerakan tangan dasar (seperti mencari, menggenggam, memegang)
yang mereka sebut Therbligs (dari nama keluarga mereka, Gilbreth, yang
dieja terbalik dengan huruf th tetap). Skema tersebut memungkinkan
keluarga Gilbreth menganalisis cara yang lebih tepat dari unsur-unsur setiap
gerakan tangan pekerja.
Skema itu
mereka dapatkan dari pengamatan mereka terhadap cara penyusunan batu bata.
Sebelumnya, Frank yang bekerja sebagai kontraktor bangunan menemukan bahwa
seorang pekerja melakukan 18 gerakan untuk memasang batu bata untuk eksterior
dan 18 gerakan juga untuk interior. Melalui penelitian, ia menghilangkan
gerakan-gerakan yang tidak perlu sehingga gerakan yang diperlukan untuk
memasang batu bata eksterior berkurang dari 18 gerakan menjadi 5 gerakan.
Sementara untuk batu bata interior, ia mengurangi secara drastis dari 18
gerakan hingga menjadi 2 gerakan saja. Dengan menggunakan teknik-teknik
Gilbreth, tukang baku dapat lebih produktif dan berkurang kelelahannya di
penghujung hari.[rujukan?]
Pendekatan kuantitatif
Pendekatan
kuantitatif adalah penggunaan sejumlah teknik kuantitatif—seperti statistik, model optimasi, model informasi, atau simulasi komputer—untuk
membantu manajemen dalam mengambil keputusan. Sebagai contoh, pemrograman
linear digunakan para manajer untuk membantu mengambil kebijakan pengalokasian
sumber daya; analisis
jalur kritis (Critical Path Analysis) dapat digunakan untuk membuat penjadwalan
kerja yang lebih efesien; model kuantitas pesanan ekonomi (economic order
quantity model) membantu manajer menentukan tingkat persediaan optimum; dan
lain-lain.[rujukan?]
Pengembangan
kuantitatif muncul dari pengembangan solusi matematika dan statistik terhadap
masalah militer selama Perang Dunia II. Setelah
perang berakhir, teknik-teknik matematika dan statistika yang digunakan untuk
memecahkan persoalan-persoalan militer itu diterapkan di sektor bisnis.
Pelopornya adalah sekelompok perwira militer yang dijuluki "Whiz Kids." Para
perwira yang bergabung dengan Ford
Motor Company pada pertengahan 1940-an ini menggunakan metode
statistik dan model kuantitatif untuk memperbaiki pengambilan keputusan di
Ford.
Klasifikasi
Ada 6 macam
teori manajamen diantaranya:
- Aliran
klasik:
Aliran ini mendefinisikan manajemen sesuai dengan fungsi-fungsi
manajemennya. Perhatian dan kemampuan manajemen dibutuhkan pada penerapan
fungsi-fungsi tersebut.
- Aliran
perilaku:
Aliran ini sering disebut juga aliran manajemen hubungan manusia. Aliran
ini memusatkan kajiannya pada aspek manusia da perlunya manajemen memahami
manusia.
- Aliran
manajemen Ilmiah: aliran ini menggunakan matematika dan ilmu
statistika untuk mengembangkan teorinya. Menurut aliran ini, pendekatan
kuantitatif merupakan sarana utama dan sangat berguna untuk menjelaskan
masalah manajemen.
- Aliran
analisis sistem: Aliran ini memfokuskan pemikiran pada masalah
yang berhubungan dengan bidang lain untuk mengembangkan teorinya.
- Aliran
manajemen berdasarkan hasil: Aliran manajemen berdasarkan hasil
diperkenalkan pertama kali oleh Peter Drucker pada awal 1950-an. Aliran
ini memfokuskan pada pemikiran hasil-hasil yang dicapai bukannya pada
interaksi kegiatan karyawan.
- Aliran
manajemen mutu: Aliran manajemen mutu memfokuskan pemikiran
pada usaha-usaha untuk mencapai kepuasan pelanggan atau konsumen.
Fungsi manajemen
Fungsi
manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam
proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan
kegiatan untuk mencapai tujuan. Fungsi manajemen pertama kali diperkenalkan
oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20.
Ketika itu, ia menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu merancang,
mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat ini,
kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi tiga yaitu:
- Perencanaan
(planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan
dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan
perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu.
Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil
tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat
digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan proses
terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan,
fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan.
- Pengorganisasian
(organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan
besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian
mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang
dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut.
Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang
harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas
tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, pada
tingkatan mana keputusan harus diambil.
- Pengarahan
(directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar
semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan
perencanaan manajerial dan usaha
Sarana manajemen
Man dan machine,
dua sarana manajemen.
Untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan diperlukan alat-alat sarana (tools).
Tools merupakan syarat suatu usaha untuk mencapai hasil yang ditetapkan.
Tools tersebut dikenal dengan 6M, yaitu men, money, materials, machines,
method, dan markets.
Man merujuk
pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi. Dalam manajemen, faktor
manusia adalah yang
paling menentukan. Manusia yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan
proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab
pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja. Oleh karena itu, manajemen timbul
karena adanya orang-orang yang berkerja sama untuk mencapai tujuan.
Money atau Uang
merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang merupakan alat
tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat diukur dari
jumlah uang yang beredar dalam perusahaan. Oleh
karena itu uang merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai
tujuan karena segala sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan
berhubungan dengan berapa uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji
tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil
yang akan dicapai dari suatu organisasi.
Material terdiri
dari bahan setengah jadi (raw material) dan bahan jadi. Dalam dunia
usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia yang ahli dalam
bidangnya juga harus dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai salah satu
sarana. Sebab materi dan manusia tidaki dapat dipisahkan, tanpa materi tidak
akan tercapai hasil yang dikehendaki.
Machine atau Mesin digunakan
untuk memberi kemudahan atau menghasilkan keuntungan yang lebih besar serta
menciptakan efesiensi kerja.
Metode adalah
suatu tata cara kerja yang memperlancar jalannya pekerjaan manajer. Sebuah
metode daat dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu tugas
dengan memberikan berbagai pertimbangan-pertimbangan kepada sasaran,
fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan
usaha. Perlu diingat meskipun metode baik, sedangkan orang yang melaksanakannya
tidak mengerti atau tidak mempunyai pengalaman maka hasilnya tidak akan
memuaskan. Dengan demikian, peranan utama dalam manajemen tetap manusianya
sendiri.
Market atau pasar
adalah tempat di mana organisasi menyebarluaskan (memasarkan) produknya.
Memasarkan produk sudah barang tentu sangat penting sebab bila barang yang
diproduksi tidak laku, maka proses produksi barang akan berhenti. Artinya,
proses kerja tidak akan berlangsung. Oleh sebab itu, penguasaan pasar dalam arti
menyebarkan hasil
produksi merupakan faktor menentukan dalam perusahaan. Agar pasar dapat dikuasai
maka kualitas dan harga barang harus sesuai dengan selera konsumen dan daya
beli (kemampuan) konsumen.
Prinsip manajemen
Prinsip-prinsip
dalam manajemen bersifat lentur dalam arti bahwa perlu dipertimbangkan sesuai
dengan kondisi-kondisi khusus dan situasi-situasi yang berubah.[rujukan?] Menurut Henry Fayol, seorang
pencetus teori manajemen yang berasal dari Perancis, prinsip-prinsip umum
manajemen ini terdiri dari[rujukan?]:
- Pembagian
kerja (Division of work)
- Wewenang
dan tanggung jawab (Authority and responsibility)
- Disiplin
(Discipline)
- Kesatuan
perintah (Unity of command)
- Kesatuan
pengarahan (Unity of direction)
- Mengutamakan
kepentingan organisasi di atas kepentingan sendiri
- Penggajian
pegawai
- Pemusatan
(Centralization)
- Hirarki
(tingkatan)
- Ketertiban
(Order)
- Keadilan
dan kejujuran
- Stabilitas
kondisi karyawan
- Prakarsa
(Inisiative)
- Semangat
kesatuan, semangat korps
Manajer
Manajer
adalah seseorang yang bekerja melalui orang lain dengan mengoordinasikan
kegiatan-kegiatan mereka guna mencapai sasaran organisasi.[rujukan?]
Tingkatan manajer
Piramida
jumlah karyawan pada organisasi dengan struktur tradisional, berdasarkan
tingkatannya.
Pada
organisasi berstruktur tradisional, manajer sering dikelompokan menjadi manajer
puncak, manajer tingkat menengah, dan manajer lini pertama (biasanya
digambarkan dengan bentuk piramida, di mana jumlah karyawan lebih besar di
bagian bawah daripada di puncak).
Manejemen
lini pertama (first-line management), dikenal pula dengan istilah
manajemen operasional, merupakan manajemen tingkatan paling rendah yang
bertugas memimpin dan mengawasi karyawan non-manajerial yang terlibat dalam
proses produksi. Mereka sering disebut penyelia (supervisor), manajer shift,
manajer area, manajer kantor, manajer departemen, atau mandor (foreman).
Manajemen
tingkat menengah (middle management) mencakup semua manajemen yang
berada di antara manajer lini pertama dan manajemen puncak dan bertugas sebagai
penghubung antara keduanya. Jabatan yang termasuk manajer menengah di antaranya
kepala bagian, pemimpin proyek, manajer pabrik, atau manajer divisi.
Manajemen
puncak (top management), dikenal pula dengan istilah executive
officer, bertugas merencanakan kegiatan dan strategi perusahaan secara umum
dan mengarahkan jalannya perusahaan. Contoh top manajemen adalah CEO (Chief
Executive Officer), CIO (Chief Information Officer), dan CFO (Chief
Financial Officer).
Meskipun
demikian, tidak semua organisasi dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan
menggunakan bentuk piramida tradisional ini. Misalnya pada organisasi yang
lebih fleksibel dan sederhana, dengan pekerjaan yang dilakukan oleh tim
karyawan yang selalu berubah, berpindah dari satu proyek ke proyek lainnya
sesuai dengan permintaan pekerjaan.
Peran manajer
Henry Mintzberg, seorang
ahli riset ilmu manajemen, mengemukakan bahwa ada sepuluh peran yang dimainkan
oleh manajer di tempat kerjanya. Ia kemudian mengelompokan kesepuluh peran itu
ke dalam tiga kelompok. yang pertama adalah peran antar pribadi, yaitu
melibatkan orang dan kewajiban lain, yang bersifat seremonial dan simbolis.
Peran ini meliputi peran sebagai figur untuk anak buah, pemimpin, dan
penghubung. Yang kedua adalah peran informasional, meliputi peran manajer
sebagai pemantau dan penyebar informasi, serta peran sebagai juru bicara. Yang
ketiga adalah peran pengambilan keputusan, meliputi peran sebagai seorang
wirausahawan, pemecah masalah, pembagi sumber daya, dan perunding.
Mintzberg
kemudian menyimpulkan bahwa secara garis besar, aktivitas yang dilakukan oleh
manajer adalah berinteraksi dengan orang lain.
Keterampilan manajer
Gambar ini
menunjukan keterampilan yang dibutuhkan manajer pada setiap tingkatannya.
Robert L. Katz pada tahun 1970-an
mengemukakan bahwa setiap manajer membutuhkan minimal tiga keterampilan dasar.
Ketiga keterampilan tersebut adalah:
- Keterampilan
konseptual (conceptional skill)
Manajer tingkat atas (top manager) harus memiliki keterampilan untuk membuat konsep, ide, dan gagasan demi kemajuan organisasi. Gagasan atau ide serta konsep tersebut kemudian haruslah dijabarkan menjadi suatu rencana kegiatan untuk mewujudkan gagasan atau konsepnya itu. Proses penjabaran ide menjadi suatu rencana kerja yang kongkret itu biasanya disebut sebagai proses perencanaan atau planning. Oleh karena itu, keterampilan konsepsional juga meruipakan keterampilan untuk membuat rencana kerja. - Keterampilan
berhubungan dengan orang lain (humanity skill)
Selain kemampuan konsepsional, manajer juga perlu dilengkapi dengan keterampilan berkomunikasi atau keterampilan berhubungan dengan orang lain, yang disebut juga keterampilan kemanusiaan. Komunikasi yang persuasif harus selalu diciptakan oleh manajer terhadap bawahan yang dipimpinnya. Dengan komunikasi yang persuasif, bersahabat, dan kebapakan akan membuat karyawan merasa dihargai dan kemudian mereka akan bersikap terbuka kepada atasan. Keterampilan berkomunikasi diperlukan, baik pada tingkatan manajemen atas, menengah, maupun bawah. - Keterampilan
teknis (technical skill)
Keterampilan ini pada umumnya merupakan bekal bagi manajer pada tingkat yang lebih rendah. Keterampilan teknis ini merupakan kemampuan untuk menjalankan suatu pekerjaan tertentu, misalnya menggunakan program komputer, memperbaiki mesin, membuat kursi, akuntansi dan lain-lain.
Selain tiga
keterampilan dasar di atas, Ricky W. Griffin menambahkan
dua keterampilan dasar yang perlu dimiliki manajer, yaitu:
- Keterampilan
manajemen waktu
Merupakan keterampilan yang merujuk pada kemampuan seorang manajer untuk menggunakan waktu yang dimilikinya secara bijaksana. Griffin mengajukan contoh kasus Lew Frankfort dari Coach. Pada tahun 2004, sebagai manajer, Frankfort digaji $2.000.000 per tahun. Jika diasumsikan bahwa ia bekerja selama 50 jam per minggu dengan waktu cuti 2 minggu, maka gaji Frankfort setiap jamnya adalah $800 per jam—sekitar $13 per menit. Dari sana dapat kita lihat bahwa setiap menit yang terbuang akan sangat merugikan perusahaan. Kebanyakan manajer, tentu saja, memiliki gaji yang jauh lebih kecil dari Frankfort. Namun demikian, waktu yang mereka miliki tetap merupakan aset berharga, dan menyianyiakannya berarti membuang-buang uang dan mengurangi produktivitas perusahaan. - Keterampilan
membuat keputusan
Merupakan kemampuan untuk mendefinisikan masalah dan menentukan cara terbaik dalam memecahkannya. Kemampuan membuat keputusan adalah yang paling utama bagi seorang manajer, terutama bagi kelompok manajer atas (top manager). Griffin mengajukan tiga langkah dalam pembuatan keputusan. Pertama, seorang manajer harus mendefinisikan masalah dan mencari berbagai alternatif yang dapat diambil untuk menyelesaikannya. Kedua, manajer harus mengevaluasi setiap alternatif yang ada dan memilih sebuah alternatif yang dianggap paling baik. Dan terakhir, manajer harus mengimplementasikan alternatif yang telah ia pilih serta mengawasi dan mengevaluasinya agar tetap berada di jalur yang benar.
Etika manajerial
Etika
manajerial adalah standar prilaku yang memandu manajer dalam pekerjaan mereka.
Ada tiga kategori klasifikasi menurut Ricky W. Griffin:
- Perilaku
terhadap karyawan
- Perilaku
terhadap organisasi
- Perilaku
terhadap agen ekonomi lainnya
0 comments:
Posting Komentar